Sekarang ini banyak sekali brand pakaian yang kadang kita sendiri belum pernah mendengar atau melihat tentang brand itu sama sekali. Yep! Bisnis clothing brand beberapa tahun belakangan ini memang sedang menjamur (bukan jamur yang bisa bikin ketawa-ketiwi lho ya).
Memang jika dilihat dari segi bisnis, clothing line bisa memberikan keuntungan yang menggiurkan. Sebelum terburu-buru menggadaikan BPKB mobil teman kos, ada beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan.
Konsep Brand
Jika rekening kamu sebelumnya sudah melimpah ruah, sebaiknya jangan langsung memborong kain, menyewa toko, atau membeli peralatan sablon. Ingat! Brand clothing sudah berjejalan memenuhi rak distro-distro di jalan protokol kota besar.
Kita sebaiknya bertapa untuk mencari ide tentang konsep brand yang akan kita buat. Konsep inilah yang akan membedakan brand yang kita buat dengan yang sudah dulu ada di pasaran. Mulailah dengan menentukan karakter desain yang ingin kamu terapkan pada brand tersebut.
Beruntung jika kamu adalah seorang graphic artist, menentukan karakter desain memang bukan hal yang susah. Tapi bagaimana jika sama sekali tidak bisa desain bahkan mungkin masih mengira bahwa photoshop itu adalah toko yang menjual foto? Kamu bisa meminta bantuan graphic artist secara profesional.
Jika memungkinkan tawari mereka saham (kalau usaha masih kecil-kecilan sebut saja bagi hasil). Hal ini dilakukan demi menjaga graphic artist tidak pindah ke lain brand atau malah membuat brand sendiri sehingga karakter brand kita bisa terjaga.
Logo
Walaupun logo cuma coret-coretan rumit yang tidak jelas atau coretan sederhana yang tampak seperti coretan tak disengaja, kenyataannya logo yang tersablon di pakaian membuat pemakainya bangga. Logo tersebut tidak serta-merta memiliki value yang tinggi.
Selain mencerminkan karakter brand, logo yang menimbulkan kebanggaan dicapai dengan proses kampanye promosi yang panjang. Meminta pendapat teman yang sesuai dengan target pasar dari brand kita merupakan salah satu cara yang paling mudah untuk mengetahui apakah logo yang kita buat sudah sesuai apa belum.
Produksi
Desain keren sudah dirancang, logo yang awesome sudah dibuat dan sekarang saatnya untuk memproduksi ide-ide cemerlang kita. Lalu muncul pertanyaan seperti berapa jumlah kaos yang akan diproduksi untuk setiap desain, ukuran, dan warna.
Semakin sedikit jumlah kaos yang akan kita produksi semakin sedikit pula margin keuntungan yang akan kita terima jika kita mengikuti harga pasar. Tapi jika jumlahnya sedikit itu berarti brand kita akan semakin eksklusif, jika makin eksklusif berarti brand value kita bertambah tinggi.
Kita bisa saja menetapkan harga yang tinggi untuk setiap item yang kita buat tapi ini bukan pilihan bijak untuk sebuah brand baru kecuali memang target pasarnya menengah ke atas.
Setelah menentukan jumlah, jangan bertanya “cara bikin kaos tuh kayak gimana sih?” Untuk terjun dalam bisnis clothing line, kita harus memahami dulu bagaimana proses produksi. Yah, minimal ‘cukup tau aja’.
Tenang! Jika kamu benar-benar buta tentang produksi apparel paling tidak banyak vendor yang dengan senang hati membantu. Tapi tidak ada salahnya kita sedikit mencari informasi mengenai jenis-jenis kain, tinta sablon, dan tentu jenis-jenis teknik printing. Ini kita lakukan agar tidak bingung dalam menentukan vendor yang tepat.
Pemasaran
Ratusan produk sudah menumpuk di ruangan. Baunya pun sudah menyebar ke seluruh bangunan. Sekarang tinggal bagaimana memasarkannya. Soal pricing sudah dibahas sebelumnya, kita langsung saja membahas masalah channel pemasaran.
Ada dua channel dalam memasarkan produk clothing yaitu offline maupun online. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Offline channel membuat tingkat kepercayaan customer tinggi karena customer tahu ke mana mereka harus mencari produk clothing kita.
Customer bisa ‘meraba’ dan ‘mencoba’ produk secara langsung. Mereka bisa memastikan ukuran yang pas untuk tubuhnya. Kamu juga bisa menentukan tema ‘visual merchandising’ yang sesuai dengan brand kamu. Kekurangan offline channel adalah biaya sewa store dan promosi yang tinggi.
Untuk online channel, biaya pemasarannya relatif lebih rendah. Biaya sewa offline store selama setahun pun bisa lebih tinggi daripada membuat website yang bisa diakses selama 5 tahun. Biaya promosinya juga tidak setinggi untuk channel offline karena sebuah website bisa digunakan untuk penjualan maupun promosi.
Kekurangan di online channel ini yaitu customer tidak memiliki experience sebelum membeli produk. Keraguan tentang proses pembayaran dan pengiriman bisa menurunkan tingkat kepercayaan konsumen.
Lalu mana yang lebih baik? Kembali lagi ke masalah modal. Yang ideal sebenarnya mempunyai dua channel sekaligus. Tapi jika modal terbatas, pemasaran online bisa jadi pilihan sembari mengumpulkan modal untuk membuka offline store.
Bagaimana? Membuat clothing brand sendiri tidak serumit yang dibayangkan bukan? Mengulang pernyataan dari pengusaha-pengusaha yang rambutnya sudah beruban, “yang diperlukan oleh entrepreneur adalah ketekunan.”
-
akbar
-
Bian Pratama
-
-
Dyah Valentina
-
ilham taufik
-
-
alif khanza
-
cetak baik
-
-
berrysnjy
-
cetak baik
-
-
Richad Newsty
-
Apip Aliazhar
-
Dwi Yustika Mahendra
-
TRAVEL HAJI DAN UMROH
-
afta art
-
afta art